Hari ini, seseorang
datang padaku dan bercerita. sebut saja
namanya Rena. Hampir dua tahun belakangan, hatinya telah jatuh untuk seseorang
yang usianya terpaut jauh darinya. Dia seorang kristiani. Mereka satu gereja.
Seringkali mereka berjumpa saat kebaktian di Gereja. Namun, bisa dihitung
dengan jari kesempatan mereka bertatap muka untuk sekedar saling sapa.
Memang, tidak saling menyapa belum tentu tidak
saling memikirkan, bukan ? :)
Aku penasaran bagaimana
cinta itu bekerja. Tidak jarang, hati dan pikiranku berdebat. Apa itu? Cinta?
sekedar kekaguman?
“dia baik. Tapi dia
biasa saja, dia juga pendiem banget.” Ujar Rena. Kalau itu sekedar rasa kagum, apa
yang ia kagumi? Kebaikannya? Bukankah orang baik tak hanya pria itu? Entahlah.
Hanya, Aku selalu mendapati matanya yang tak berhenti tersenyum saat ia
bercerita tentang pria itu. Lebih kepada semangat, cerita itu seakan tak pernah
ada habisnya. perasaan itu sungguh polos dan tulus. Tak jarang ia menangis
karna pria itu.
Hari ini, Rena hampir
menangis (lagi). Air matanya terasa kaku untuk keluar. Mungkin jika saat itu aku
tak ada di hadapannya, air mata itu takkan malu-malu.
Pria itu akan menikah.
Memang, aku belum pernah merasakan apa yang dirasakan Rena. Aku
hanya mencoba membayangkan. Jika itu aku; akan sakit rasanya bila bahagia-nya pria itu tak disebabkan olehku. Terlebih,
aku bukanlah alasan pria itu tersenyum. Membayangkannya saja cukup membuatku
sesak.
Tapi Rena, ia gadis
yang tegar. Ia merasakan sakit, bukan berarti ia tidak kuat.
“Apa aku salah mencintainya? Kenapa setiap aku
menceritakan ke teman dekatku, mereka menentang keras?” keluh Rena hari ini.
Hatiku terenyuh., Rena butuh dukungan. Ia sudah terlalu lelah menahan perasaan
itu dengan erat. Yes, she’s need someone.
Hey,you can ask your God to hug you, dear. He is in your heart, right? :’)
Lalu, apa yang salah dari mencintai seseorang dengan sangat dalam?
Bagiku, Itu tidak
adil. Bukankah perasaan itu anugrah Tuhan? Tuhanlah yang memganugrahkan cinta
dan takdir. Kau tahu? pemberianNya tak pernah sia-sia! Setiap dari mereka
menyimpan hikmah. Kenyataannya Ibu dan Ayahku terpaut usia 12 tahun. Namun itu
tak jadi ukuran ketidakcocokan mereka. Bahkan, sosok ibulah yang mendorong ayah
untuk jadi lelaki hebat. Begitupun sebaliknya. Mereka saling menenangkan, bak
malaikat Allah Tabaraka Wa Ta’ala.
Aku
rasa, jika Rena dapat menentukan takdirnya sendiri, mungkin ia akan meminta
Tuhan untuk dilahirkan bersama-sama dengan pria itu.
--
Untuk Rena. Jadilah
kuat.
Setiap yang bernyawa
pasti akan merasakan sakit. Kau hanya perlu
mempersiapkan diri untuk kuat. Pengalaman membuatmu belajar. Mereka
mendewasakanmu.
Aku tak ingin lagi mendengar kau berkata-“aku
takut tak bisa melupakannya”-untuk kesekian kalinya.
Hei! masa depanmu
masih panjang. Mungkin tidak sekarang. tapi nanti, percayalah, kau akan
menemukan orang baik, yang menerima apa adanya dan apa tidak-adanya dirimu.
Karena diberkahi itu,
ketika kita berkesempatan membahagiakan mereka yang merasa kita adalah bagian
berarti dalam hidup mereka.
"and there will come a time, you will see, with no more tears and love will not break your heart, but dismiss your fears" ...Just believe to God