Minggu, 05 Juni 2016

Ramadhan Al-Ihya.

Hari ini, di tempat ini,
Aku masih tidak menyangka akan sampai di sini..

Jika melihat diriku beberapa tahun belakangan, sekitar lima tahun lalu. Bukan niatan, bahkan sekedar memikirkan agama saja masih bicara nanti. Memakai kerudung tak pernah mematok kapan pasti. Menertawakan orang lain tanpa sadar keburukan diri.

Inginnya tertawa saja, bercanda, dan tak tahu bagaimana caranya malu. Sudah terbiasa mempermalukan diri.

Aku pernah maju kedepan panggung besar karna mendapat predikat siswi terheboh ketika perpisahan tempat lesku. Bukan sebagai finalis tapi akulah pemenangnya.
Maka bayangkan saja, bagaimjana rasanya.

Bicaraku adalah pekikan paling keras. Dan tawaku ikut menyelaraskan diri.
Maka hari itu aku berdiri di atas panggung besar, di hadapan teman-temanku. Aku maju sebagai siswi terheboh se-Dssc Salman Tanjungpinang.

Aku malu jika aku mengingatnya kembali.
Tapi untukku saat itu, aku merasa senang. Aku suka  ekspresi  tawa orang lain yang timbul karenaku. Aku suka senyum yang tersimpul ketika pintu kelas terbuka sebab ada aku yang datang dengan pekik cerianya. 

Saat itu, aku masih ingat dua predikat lain yang maju bersamaku adalah siswi terfavorit dan siswi terbaik. Tentu begitu bangga temanku menerimanya. Hanya Aku disini, yang tak mendapatkan apa yang diinginkan orang kebanyakan. 

Tapi aku masih merasa senang.

Ketika beratus pasang mata melihat kearahku, Aku merasa bahwa nanti, aku akan dirindukan.
Aku adalah gadis yang selalu ingin dikenang. Aku selalu ingin menimbulkan kesan tersendiri di hati orang-orang.

Tapi aku tak sadar bahwa tawa dan pekik itu sudah berlebihan dan tak terkendali. Yang sebakdanya mampu membuat matinya hati.

Tapi hari ini, berbeda keadaanya.
Aku diamanahi menjadi koordinator akhwat statistika angkatanku. Aku tahu aku tak pantas namun tak ada alasan pula untukku selain ketidakpantasan itu..

Sebab Aku tak sebaik apa yang orang lain katakan. Allah, menutupi aib-aibku yang berserakan. Allah Maha Baik dan Aku yang seringkali tak sadar diri, 

Akan dosa-dosa yang sudah berbuih.  buihnya tak dapat kutahan hingga jatuh satu persatu tanpa kendali, tak dapat kutarik kembali.

Tapi jalan ini, jalan yang kuusahakan ini, adalah jalan terbaik yang sedapat mungkin aku lakukan.

 Aku tak ingin ayah dan ibu merasakan panasnya api yang enam puluh sembilan kali lebih panas dari api di bumi sebab sikap dan perbuatan anaknya dahulu.

Di jalan ini. Di tempat ini.
Pondok Pesantren Al-Ihya adalah keluarga baruku dalam menjemput Ramadhan. Alhamdulillah, seminggu sebelum batas akhir kos lamaku, aku dihubungi lagi sebab ada yang kosong satu. Maha Besar Allah..

Ramadhan pertama Al-Ihya. Kebanyakan para santri (laki-laki) dan santriyat (perempuan) disini, sudah pernah mondok sebelumnya. Aku begitu kecil disini. Tilawahku tak sebaik santri dan santriyat lainnya.

Tapi setidaknya perasaan ini lebih baik. 

Aku merenungi ketika jalan hijrahku yang bergerak sendiri, dulu. Aku mengaji hari ini, dan besok? aku bisa saja tidak mengaji. Maka aku bertanya-tanya sendiri. Apa perbedannya hijrah itu, diriku?

Tapi disini bersama-sama. Aku diingatkan ketika lupa diri, ketika perihal dunia tak kunjung menemukan akhirnya. Mati satu tumbuh lagi. Mati lagi tumbuh lagi. Maka disini tempat kami membatasi diri. Berbagi hati dan melihat betapa kecilnya diri agar ujub tak tumbuh dan berkembang hingga akarnya tertangguhkan.

Sahur disini beda rasa. Bisa kenyang dengan makan berbagi. Tarawih disini pun beda rasa. Tanpa melihat televisi, hanya tau kabar dari ustadz sebelum shalat isya.
"Kita langsung tarawih, ya.."
Allah.

Alhamdulillah.
Ahlan wa sahlan, ya ramadhan.
Alhamdulillah ala ni'matil islam wal iman.
Allah. Allah.


Ini gambar dari grup JRMN hehe..