Rabu, 13 April 2016

Saudaramu, Amanahmu.

Ada cerita tentang seorang pengurus rohis. Ia tengah mengajak temannya yang ketika itu baru saja putus dari sang pacar, untuk ikut menjadi pengurus rohis.

"Nggak ah,  aku berpacaran. Rohis kan tidak boleh pacaran." Jawab temannya itu sambil tersenyum penuh arti.

Deg.

Seketika pernyataan tersebut menohok jantungnya. Ia tahu jelas, temannya tersebut sudah tak lagi berpacaran. Ia teringat sesuatu. Baru-baru ini, ada salah satu pengurus rohis kelasnya yang berpacaran. Dan masih aktif dalam keanggotaan..

Allah.

Terang saja, ketika berita itu muncul,  ia merasakan kekecewaan amat mendalam.  Pada dirinya sendiri. Kenyataan bahwa ia gagal bertanggungjawab sebagai koordinator akhwat di kepengurusan rohisnya, semakin menyesakkan dadanya.

Namun Ia percaya,  ini  bukan sebuah sindiran. Ini adalah teguran dari Allah SWT, tentang amanahnya atas saudara-saudaranya juga..

                                ***

Anggota rohis, berpacaran?

Sebenarnya, rohis ataupun tidak, islam melarang pacaran. Sebab merupakan perbuatan zina. Bahkan larangan untuk mendekati perbuatan tersebut, pun didalam Al-Qur'an telah ada.

Kita bayangkan terlebih dahulu. Kita adalah pengurus rohis. Kita adalah orang-orang yang ingin mencitrakan islam. Tapi bagaimana dengan tubuh kita sendiri? Sebagai pengemban dakwah, kita melaksanakan maksiat. Sebagai pengemban dakwah, tapi kita melanggar perintah Allah. Bagaimana?

1. Ada yang menjawab,

"Sebagai Rohis, kita tidak boleh membiarkan mudharat terjadi dan berlepas diri darinya. Jadi tidak boleh langsung memecat mereka sebagai pengurus. Harapannya, pelan-pelan mereka akan berubah"

Ada benarnya. Dulu aku benar-benar membenarkannya. Tapi setelah bertanya pada ummi ngajiku beberapa waktu lalu, ternyata salah jika kita tidak mempunyai strategi khusus dan terus membiarkannya sebagai pengurus.

Bukankah kita agen perubahan?

Rohis harus tegas. Misalnya, Mas'ul / mas'ulah atau divisi tertentu memberi sang pelaku treatment. Mas'ulah memegang akhwatnya, mas'ul ikhwannya. Buat tenggat waktu, disini pengurus pun harus komit dalam mengajaknya untuk kembali mengingat aturan Allah dan menerangkan dosa serta bahaya berpacaran dalam islam. Jika sudah mencapai batas waktu yang ditentukan, lakukan evaluasi. Bila mereka tidak meneruskan perbuatan tersebut, bersyukurlah sebab Allah telah menggerakkan hati. Mereka pun masih dapat aktif dalam kepengurusan.

Namun bila mereka masih berpacaran, nah artinya rohis tak dapat lagi mengajak mereka, bukan? Rohis atau tidak, mereka tetap berpacaran.

Jika tetap kita biarkan mereka dalam tubuh kepengurusan,
Berrti kita menginginkan dua orang yang berpacaran tetap terisolasi, tetap aman. Namun Ingatlah, bisa jadi kita tidak akan mendapatkan kepercayaan teman-teman yang lain. Sebab sudah memiliki persepsi miring.

Sederhanaya begini. Akan ada persepsi-persepsi bernada menyindir seperti kisah yang di ceritakan tadi; Bagaimana rohis mampu membina mahasiswa yang ada di kampus sementara internalnya saja tidak dapat mereka urus?

Rohis harus tegas. Bukan berarti, ketegasan  membuat mudharat yang terjadi terlantar begitu saja. Tidak. Tapi di bina, dengan cara apa? Rancang program-program dari tiap divisi seperti dibuat kajian, kultum, grup mentoring dll. Mereka yang berpacaran, masih boleh terlibat dan sangat dianjurkan aktif di dalamnya.
Namun tetap, status mereka sebagai pengurus di off- kan. Karna berbahaya, akan menjadi legitimasi bagi yang lain.

2. Ada pula yang menjawab,

"Kita do'akan saja semoga mereka cepat menikah, jangan kita keluarkan"

Mau berdo'a sampai kapan? Memang sudah pasti, mereka saling berjodoh? Ini bukan solusi. Ini selemah-lemahnya semangat juang.. :')
Mari kita mulai memikirkan efek rohis di mata orang-orang sekitar.

Lalu, Bagaimana agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di tubuh rohis?

Kriteria pengurus harus ada kejelasan.

Artinya, rohis adalah contoh. Calon pengurus harus punya syarat lebih. Syarat tersebut berkenaan dengan kewajiban dasar sebagai muslim. Misalnya, tidak berpacaran, berhijab, dsb. Karna khawatir, gara-gara kasus ini, apapun yang dikatakan rohis, tidak ada giginya sama sekali. Kita kehilangan kepercayaan dari orang-orang yang ingin kita dakwahi.

Tentu, Mereka yang ingin masuk rohis adalah orang - orang yang ingin berubah menjadi baik. Namun belum tentu telah taat sepenuhnya. Sebab kita sama-sama masih belajar. Maka disinilah, rohis harus mampu memfasilitasinya.
Mereka tidak mampu mengaji? Tak apa. Kita bikin grup tahsin. Kita berikan materi-materi dasar seputar islam tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Intinya, Kuatkan internal :')

Jika rohis tidak ada bedanya dengan kepengurusan lain, apa kita mau disebut kaum munafik? :') Naudzubillahhimindzalik..
Kita mengemukakan "islam melarang perbuatan zina", namun kita membiarkan kemaksiatan itu ada.

Jangan lupa. Saudaramu adalah amanahmu..

Ini tugasmu,

diriku.