Jumat, 20 Maret 2015

Berbagilah.


Seorang kakek dengan api semangatnya yang masih merah menyala. Bertelanjang kaki, ia tantang matahari.
Tapi matahari tak pernah menang.
Diatas aspal. Matahari kalah, 

pada seorang kakek dengan becaknya.


Suatu waktu, saya melihat seorang kakek tengah terengah-engah mendorong becaknya di bawah terik matahari. Tangan menahan beban becak. Kaki menahan panasnya aspal jalanan.
Pemandangan yang seringkali terabaikan, pun seringkali menghentakkan hati.


Selain kakek pembawa becak, tak jarang pula saya melihat kakek yang selalu berada di koridor media centre. Beralaskan lantai, ia duduk untuk menunggu sekotak tissue yang sedari pagi ia jualkan agar laku hari ini, setidaknya terjual pada seorang mahasiswa. Begitu setiap hari.


Bila melihat mereka. Bukan lagi keinginan Dan kebutuhan diri yang terbesit. Semuanya hilang. Rasanya, apa yang saya punya hari ini sudah lebih dari cukup. Uang saku bukan lagi menjadi pertimbangan untuk membeli satu dari dua barang. Semuanya terlupakan, yang tertinggal hanyalah keinginan memberikan sebagian. Untuk seorang kakek, agar tak lagi menunggu disini. Makanlah dengan baik tanpa memikirkan apakah besok masih bisa makan lagi. Beristirahatlah.


Memang, untuk urusan dunia, uang tak pernah ada cukupnya. Seberapa besar uang yang kita pergunakan untuk memuaskan hawa nafsu, pada akhirnya kita takkan pernah mendapatkan kenikmatan hakiki. Namun bersedekah dengan keihklasan penuh, memuaskan jiwa yang pada dasarnya adalah orang-orang baik. Bukankah, begitu? :)


Berbagilah, Mahasiswa. 

Carilah alasan untuk membeli daganganya meski tidak membutuhkannya. Sebab sesungguhnya mereka sedang menghindari diri dari meminta-minta.

Meski sedikit, namun meringankan bebannya. Kita tak pernah tahu, barangkali apa yang kita berikan hari ini adalah satu-satunya rezeki yang bisa ia gunakan untuk membeli sepiring nasi.


Pedulilah, Mahasiswa.
Jangan merasa sudah menjadi 'Maha'  karena menempati strata yang lebih baik di masyarakat.
Kita-lah harapan mereka di saat para petinggi berleha-leha dengan hasil keringat rakyat. Kita-lah harapan mereka di saat para petinggi tak lagi pro terhadap suara rakyat. 

Sebab kita bukan tak merasa. Harga pangan kini tak stabil.

Masyarakat kecil semakin mengecil.