Sabtu, 29 Agustus 2015

Emansipasi wanita? Bukan saya.

"Kamu, kuliah tinggi-tinggi mau jadi apa?"

"Mau jadi pembangun bangsa.." katanya pelan.

"Oh, apa itu jelasnya? Pejabat? Waah bagus, apalagi kalau gajimu bisa melebihi gaji suamimu. Ngga bakal deh kamu diatur-atur!" 

"Bukan." Ia tersenyum
"Maksud saya, Ibu rumah tangga. Kalau ada pekerjaan sampingan, ya itu harus melalui persetujuan suami saya. Selagi tidak mengganggu pekerjaan utama saya. Ibu rumah tangga."
"Loh, kok?"
"Iya. Menjadi madrasah utama bagi anak-anak saya. Bukankah berarti saya sedang membangun bangsa?"
"Tapi, kan.. ngapain kamu sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya di dapur?"
"Justru itu. Kalau saya ngga sekolah tinggi-tinggi, gimana bisa saya membangun bangsa? Jadi perguruan tinggi adalah salah satu cara saya mencari pengalaman hidup. Bagian mana yang bisa saya ambil dan saya terapkan ke anak cucu saya kelak. Tidak ada emansipasi wanita dalam kamus saya." tandasnya mantap

"lalu, sebenarnya apa cita-citamu?"


ia berpikir sebentar. 

"Menjadi penulis! Tanpa fitnah, lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah." tutupnya penuh semangat. 


Sungguh kamu tidak meninggalkan sesuatu karena takwamu kepada Allah azza wajalla, melainkan Allah pasti akan memberimu ganti yang lebih baik darinya” (HR. Ahmad, dan di-shahih-kan oleh Albani).

Jumat, 28 Agustus 2015

Tentang sabar.

Hari ini saya belajar lagi tentang kesabaran. Sabar itu berat. Sungguh berat. Tapi camkan, berat karena kita masih mempunyai angan keduniawian.

Jika Allah mengambil sesuatu, lalu kita terus beristiqamah menanamkan dalam hati-terlebih ketika kesabaran itu diuji-bahwa "Allah tidak akan mengambil sesuatu kecuali Dia menggantikannya yang lebih baik".
Insyaa Allah, kita merasa lebih tenang dengan terus mengingat kata-kata ini. Tapi terkadang, angan-angan setan itu sampai juga di telinga kita dengan  cara lain..
Sudah susah payah, melegakan hati sendiri, meredamkan api yang menyulut hati, ada saja yang datang untuk menyalakannya malah lebih besar dari sebelumnya. Semacam memperkeruh keadaan.
Kalau sudah begini, tentu sangat beruntunglah orang-orang yang sabar. Dan benarlah kata rasulullah,
kesabaran itu ada pada hantaman pertama. Pada hantaman selanjutnya, mungkin Allah menguji kita untuk belajar istiqamah di sini..

Saya tidak setuju dengan orang yang mengatakan sabar itu ada batasnya. Lalu dengan kebanggaan hati, maluaplah amarahnya karna merasa pendapatnya benar.
Sabar itu tanpa batas. Yang berbatas adalah kepuasan hati untuk mengeluh dan mengumbar. Bukankah semakin banyak mengeluh, masalah terasa semakin besar? Bukankah semakin banyak mengumbar, kesombongan hati dan sikap merasa paling benar tersemaikan?

Untuk yang masih mempunyai emosi meluap-luap, mungkin bisa merubah posisi badan. Jika sedang berdiri, duduklah, atau jika sedang duduk berbaringlah. Saya pernah mencobanya dan ini sangat membantu, terutama berbaring. Lebih baik lagi jika terus berabaring sambil berdzikir. Meski ada saja cara setan untuk meniupkan api lagi ke ubun-ubun kita, tetapi ingatlah; hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi lebih tenang.

Hanya dengan menyebut asma Allah, hati menjadi lebih tenang.

Hidup ini investasi untuk akhirat. Kesuksesan, kegagalan, kesedihan, amarah yang datang telah Allah tuliskan sejak kita belum lahir, dalam kitab Lauh Mahfudz. Sebagaimana daun yang gugur pun telah tercatat dalam Lauh Mahfudz. Maka takdir, tak ada satupun dari kita yang dapat mengelak.

Untuk yang sudah mulai dapat mengontrol emosinya sendiri, bisa mencoba menyederhanakan masalah lebih baik lagi.  Mungkin ini adalah salah satu cara Allah yang mengingatkanmu pada-Nya, sebab Allah rindu padamu.

Allah rindu langkahmu yang bersemangat mengambil wudhu dalam sepertiga malam terakhir.

Jangan menyalahkan diri sendiri sebab merasa tak mampu menyalahkan orang lain.
Jangan menyalahkan diri sendiri sebab tak ingin menyakiti orang lain..
Bukankah untuk mencintai orang lain, maka harus kita awali dengan mencintai diri sendiri terlebih dulu? :)

Dalam Tazkiyatun Nafs oleh Said Hawwa; Sahl berkata, "bersabar ketika sehat atau mendapat kenikmatan jauh lebih berat dibandingkan bersabar menghadapi musibah atau cobaan. Ketika para sahabat mampu membuka pintu gerbang kenikmatan dunia, mereka berkata, "Kami telah mendapat ujian dengan penderitaan, maka kami pun mampu menghadapinya dengan kesabaran. Ketika kami mendapat cobaan dengan kekayaan, maka kami tidak mampu bersabar."

Yah.. berbicara panjang lebar sangat mudah. Merealisasikannya yang terasa berat. Semoga tulisan ini bisa menebarkan manfaat pada diri kita semua. Saya pun masih perlu sekali untuk belajar.. hanya jika saya merasa ingin berbagi, jawaban dari masalah saya sendiri yang alhamdulillah seringkali saya temukan :)

"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (Qs. Az-Zumar: 10)

"Dan Kami pasti akan memberikan balasan kelada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An-Nahl: 96)

"...dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Qs. Al-Baqarah: 177)

Rabu, 19 Agustus 2015

Mencegah luka.

Maka akan ada beberapa dari kita yang tak merasa lega sebakda membenamkan luka.
Akan ada beberapa dari kita yang tetap tegar meski orang lain sudah kehilangan sabar.

Sebab sama-sama tak ingin menyakiti.

Jika mampu menahan akan terus menahan.
Jika mampu mengobati akan terus berhati-hati
Tak masalah. Karena terbiasa menelan gundah menjadikan hati terus berbenah. 
Tapi bila sampai suatu masanya nanti,
Bisa saja kejujuran yang selalu disiasati menjadi sebab berkata pasti.
Kesabaran yang terdesak melululantahkan sesak.

Tak ada yang salah dengan ketakmampuan menahan.
Tapi cara menyampaikan, terkadang tak mampu mengambil peran.  
Maka jadilah-satu dari kita tersengat kata.
yang racunnya mematikan rasa.
Padahal, sama-sama tak ingin menyakiti. Sama-sama tak ingin membekaskan luka.


Menjadi malaikat.

Hari ini, Segala bentuk pertahanan yang telah menjulang kau bangun. Termasuk air mata yang harusnya kau buat siklusnya mengalir kembali ke dalam matamu, malah melenggang turun lalu membuat segalanya terasa lebih pedih, untukmu sendiri.
Air mata yang kau hasilkan, dengan setetes ketidaktahuannya, membuat lubang pada pertahananmu.
Benar, kau tak pernah rela.

Kau tak rela tapi kau hendak berbuat apa?  Melawan dan membuatmu terlihat lebih besar dalam pandangan mereka yang mengecilkan?  Satu hal, kau memang kecil. maka "benarlah" perlakuan mereka yang mengecilkan keadaanmu.
Tapi jangan pernah merasa kecil, terhadap mereka yang mengecilkan niatmu.
Allah, bersama orang-orang yang memelihara niat baiknya.

Maka sebab-Nya, hari ini-kau harus menjadi malaikat bagi dirimu sendiri..