Selasa, 19 Juli 2016
Berlibur ke smansa.
Minggu, 17 Juli 2016
Jalan cinta ini.
Sepuluh hari terakhir sebelum ayahku pergi, ia masih berada di sudut kamar rumah sakit. Ibuku bercerita. Orang-orang menaruh harapan padanya agar ia bertahan.
Tapi hari itu. Dia terduduk di sudut lantai kamar dengan tangan memeluk kedua kakinya.
Putus asa.
Seakan-akan ia ingin menunjukkan pada dunia. Bahwa ini sakitnya. Ini rasa sakitnya. Begini yang ia rasakan; sakit yang tak tertahankan. Jangan berharap ia akan tinggal lebih lama lagi.
"Sudahlah. Aku tidak kuat lagi. Lebih baik aku mati di dekat anak-anakku!" tiba-tiba ia, ayah- yang kami tahu-sudah sulit bicara, memecah keheningan dan melantangkan harapannya sendiri.
Hari itu; ayah yang sederhana ini. Tak perlu lautan manusia menahannya untuk tetap berada di sini, rumah sakit terbaik negri Jiran dengan segala fasilitas dan kemungkinan hidup yang mereka katakan.
Ia bertahan karna satu harapan,
"Aku ingin pulang."
Untuk dua permata yang aku perjuangkan dibawah petir dan terik hari.
"Aku ingin pulang."
Kemudian dengan tubuh tinggal berbalut tulang, ayah pulang. Ayah sudah Tak mampu berjalan sendiri. Tapi ia tersenyum di depan pintu rumah kami. Kami memeluknya dan ibu menahan badannya. Ayah mudah jatuh, kata ibu.
Begitulah cintanya. Cinta yang mematahkan harapan orang-orang namun tetap tumbuh untuk harapannya sendiri.
Sekeras itu ia bekerja. Cintanya.
Jika Aku diberikan kesempatan untuk menentukan sendiri jalan hidupku,
Aku tetap memilih jalan ini. Ayah pergi dan kami tinggal bersama ibu yang setangguh makna kata ayah, juga selembut makna kata ibu.
Meski sudah sembilan tahun dan air mataku masih turun,
Aku tetap melakukannya. Air mata ini hanya perlu turun. Rindu ini hanya perlu kutahan.
Yang penting ayah tak sakit lagi..
Wah.. dan ternyata cinta ini begini..
Begini Allah sederhanakan cinta ini.
Saat kau benar-benar menginginkan surga untuknya, sama seperti kamu menginginkan surga itu untuk dirimu.
Dan kemudian tanpa sadar aku terus saja terbiasa memperbaiki perasaanku dengan cara seperti ini.
Masih bagiku. Yang paling sulit untukku bertahan adalah tetap tenang ketika aku tahu bahwa dirinya merasa kesulitan, putus harapan.
Sebab aku tak mampu dengan hanya mendengar dan melihat dari ujung sana. Aku ingin berkata bahwa aku akan disini dan kita akan bersama-sama.
Maka untukmu,
tiap-tiap diri yang aku sebutkan hanya pada-Nya, satu per satu;
"Aku selalu berdoa bahwa kau baik-baik saja. Sakit katakan saja, kau sakit. Katakan saja bila kau merasa sulit. Aku akan mendengarkan. Aku hanya akan berbicara bila kau mengizinkan.
Tapi tolong, jangan pernah berputus asa. Tolong. Jangan pernah sedih sendirian.
Masih ada yang mencintaimu tanpa perlu kau melakukan apa-apa.
Cukup kau ada. Allah jadikan kau sebesar itu. Dirimu.
Yakinlah. Akan ada yang mencintaimu dengan jalan seperti ini,
meski jalan itu hanya datang dari arahku.."
Minggu, 05 Juni 2016
Ramadhan Al-Ihya.
Hari ini, di tempat ini,
Aku masih tidak menyangka akan sampai di sini..
Jika melihat diriku beberapa tahun belakangan, sekitar lima tahun lalu. Bukan niatan, bahkan sekedar memikirkan agama saja masih bicara nanti. Memakai kerudung tak pernah mematok kapan pasti. Menertawakan orang lain tanpa sadar keburukan diri.
Inginnya tertawa saja, bercanda, dan tak tahu bagaimana caranya malu. Sudah terbiasa mempermalukan diri.
Aku pernah maju kedepan panggung besar karna mendapat predikat siswi terheboh ketika perpisahan tempat lesku. Bukan sebagai finalis tapi akulah pemenangnya.
Maka bayangkan saja, bagaimjana rasanya.
Bicaraku adalah pekikan paling keras. Dan tawaku ikut menyelaraskan diri.
Maka hari itu aku berdiri di atas panggung besar, di hadapan teman-temanku. Aku maju sebagai siswi terheboh se-Dssc Salman Tanjungpinang.
Aku malu jika aku mengingatnya kembali.
Tapi untukku saat itu, aku merasa senang. Aku suka ekspresi tawa orang lain yang timbul karenaku. Aku suka senyum yang tersimpul ketika pintu kelas terbuka sebab ada aku yang datang dengan pekik cerianya.
Saat itu, aku masih ingat dua predikat lain yang maju bersamaku adalah siswi terfavorit dan siswi terbaik. Tentu begitu bangga temanku menerimanya. Hanya Aku disini, yang tak mendapatkan apa yang diinginkan orang kebanyakan.
Tapi aku masih merasa senang.
Ketika beratus pasang mata melihat kearahku, Aku merasa bahwa nanti, aku akan dirindukan.
Aku adalah gadis yang selalu ingin dikenang. Aku selalu ingin menimbulkan kesan tersendiri di hati orang-orang.
Tapi aku tak sadar bahwa tawa dan pekik itu sudah berlebihan dan tak terkendali. Yang sebakdanya mampu membuat matinya hati.
Tapi hari ini, berbeda keadaanya.
Aku diamanahi menjadi koordinator akhwat statistika angkatanku. Aku tahu aku tak pantas namun tak ada alasan pula untukku selain ketidakpantasan itu..
Sebab Aku tak sebaik apa yang orang lain katakan. Allah, menutupi aib-aibku yang berserakan. Allah Maha Baik dan Aku yang seringkali tak sadar diri,
Akan dosa-dosa yang sudah berbuih. buihnya tak dapat kutahan hingga jatuh satu persatu tanpa kendali, tak dapat kutarik kembali.
Tapi jalan ini, jalan yang kuusahakan ini, adalah jalan terbaik yang sedapat mungkin aku lakukan.
Aku tak ingin ayah dan ibu merasakan panasnya api yang enam puluh sembilan kali lebih panas dari api di bumi sebab sikap dan perbuatan anaknya dahulu.
Di jalan ini. Di tempat ini.
Pondok Pesantren Al-Ihya adalah keluarga baruku dalam menjemput Ramadhan. Alhamdulillah, seminggu sebelum batas akhir kos lamaku, aku dihubungi lagi sebab ada yang kosong satu. Maha Besar Allah..
Ramadhan pertama Al-Ihya. Kebanyakan para santri (laki-laki) dan santriyat (perempuan) disini, sudah pernah mondok sebelumnya. Aku begitu kecil disini. Tilawahku tak sebaik santri dan santriyat lainnya.
Tapi setidaknya perasaan ini lebih baik.
Aku merenungi ketika jalan hijrahku yang bergerak sendiri, dulu. Aku mengaji hari ini, dan besok? aku bisa saja tidak mengaji. Maka aku bertanya-tanya sendiri. Apa perbedannya hijrah itu, diriku?
Tapi disini bersama-sama. Aku diingatkan ketika lupa diri, ketika perihal dunia tak kunjung menemukan akhirnya. Mati satu tumbuh lagi. Mati lagi tumbuh lagi. Maka disini tempat kami membatasi diri. Berbagi hati dan melihat betapa kecilnya diri agar ujub tak tumbuh dan berkembang hingga akarnya tertangguhkan.
Sahur disini beda rasa. Bisa kenyang dengan makan berbagi. Tarawih disini pun beda rasa. Tanpa melihat televisi, hanya tau kabar dari ustadz sebelum shalat isya.
"Kita langsung tarawih, ya.."
Allah.
Alhamdulillah.
Ahlan wa sahlan, ya ramadhan.
Alhamdulillah ala ni'matil islam wal iman.
Allah. Allah.
Ini gambar dari grup JRMN hehe..
Sabtu, 28 Mei 2016
Walimatul 'Ursy
Untuk pertama kalinya, aku datang ke pernikahan temen sendiri. Kalau ditanya rasanya, rasanya ya semacam ga menyangka, sudah sebesar ini.
"Ade, hati-hati ketuker sama pengantinya.."
Nahloh....
Dan ternyata, itu suara Zahra. Jadi, ada yang belum kuceritakan. Zahra bilang aku mirip sama Abil. Ga cuma zahra, beberapa teman-teman lain yang mengenali aku dan abil juga seperti itu. Sampai pernah, ketika aku hendak mengambil wudhu di mushalla mipa kalau tidak salah, lalu tiba-tiba ada yang menegurku.
"Adenya kapan nyusul?"
"..."
"Kamu dulu, deh.." jawabnya kepada si penanya dengan muka malu-malu. Kemudian si penanya ikut malu-malu. Dan bermalu-malulah mereka berdua-_-
Tidak kurang juga kesan hari bahagia berfoto-foto dimana-mana. Tidak kurang juga lagu-lagu bernuansa islami tentang jodoh dunia akhirat yang sukses bikin banyak akhwat baper.
Baper? Baper boleh, kok. Bukan 'Bawa Perasaan', yaa. Tapi 'Bawa Perubahan'. Yuk, sama-sama memperbaiki diri dengan niat karena Allah. Semoga kita pantas untuk dipantaskan. Bisa jadi, karena kita yang memang belum pantas untuk ditemukan :)
Foto bersama pengantin subhanallah ^^ |
"Selamat menempuh hidup baru, Abiiil.. Allahummaasholli 'alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa ali sayyidina Muhammad" |
Minggu, 22 Mei 2016
Harapan terakhir.
Ada dua lelaki yang memiliki waktu terbaik dalam hidupku. Dua lelaki yang kuberikan tempat terbaik di dalam hati..
Lelaki pertama, yang sering kukisahkan tentangnya. Ayahku.
Lelaki kedua adalah lelaki yang kukisahkan untuk pertama kali. Ketika aku rindu padanya, rindu itu kusimpan dalam-dalam. Tak pernah kutuliskan..
Ia sudah menjadi sahabat baikku. lelaki kedua. Lelaki rendah hati yang selalu bersabar atasku.
Aku suka memeluknya tiba-tiba. Aku senang menjadi makmum shalatnya. Kalimatnya, selalu saja membuat perasaanku lebih baik. Ketika ayah sudah tidak disini, Ia pernah berkata akan datang sesering mungkin. Ia berkata bahwa aku adalah kesayangannya.
Sore itu, di kursi biru ruang keluarga, aku duduk bersamanya.
Lelaki itu mengatakan harapannya. Dia ingin berada disana, ketika aku berusia 20 tahun. Dia berandai-andai berada di pernikahanku yang ditargetkannya saat usiaku 20 tahun. Dia terus bercerita dengan senyum yang nyata, sedang aku hanyut dalam perasaanya. Aku sendiri belum pernah membayangkan urusan nikah-menikah saat itu. Umurku 12 tahun. Yang kurasakan, Aku takut melahirkan. Aku takut menikah dengan abang-abang.. hihi
Tapi karna harapan itu datang darinya, aku membayangkan bagaimana perasaanku.
Aku memikirkannya.
Tapi memikirkannya malah membuatku bahagia.
tak apa-apa bila aku menikah nanti, ayah tak ada.
Sampai kemudian aku tahu bahwa itu adalah harapan terakhirnya. Begitulah caranya pergi keesokan hari.
Tak ada pertanda. Ia hanya mengatakan harapannya kemarin. Tinggalah aku dan bekas harapannya yang belum lagi kering.
Sesak. Tapi yang bisa kulakukan hanya menangis. Menangis seakan hanya tangisanku yang dapat membuatnya kembali. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di atas kapal. Ia pergi ketika sedang bermimpi. Malam itu dikapal kata orang, dingin sekali. Hatiku menjerit membayangkan orang tua itu, dia pasti kesakitan sekali.
Kakekku.
Sudah sembilan belas tahun umurku, cucunya ini. Meski terkadang sulit bagiku membiasakan diri,
tak apa-apa bila aku menikah nanti, ayah tak ada. Tak apa-apa bila aku menikah nanti, kakek juga tak ada.
Kelak, Aku ingin menemui mereka dalam keadaan sebaik-baik cucu, sebaik-baik anak.. ^^
Senin, 16 Mei 2016
Perempuan, haruskah menutup diri?
Bersandar dari keputusan saya untuk menutup ig dari followers lawan jenis sejak beberapa waktu lalu, ada komentar-komentar yang langsung ditujukan pada saya. Dan hingga sekarang, rasanya saya masih ngga enak hati :')
1. "Ngapain main instagram kalau gitu?"
2. "Jauh-jauh dari ade ah, ade ngga mau main sama laki-laki lagi."
3. "Parah ade mah, ngeblock.."
Atas komentar yang pertama. Saya pikir-pikir, jadi selama ini, beberapa orang beranggapan bahwa upload foto di media sosial bisa merangkup menjadi media penarik perhatian lawan jenis. Jadi, ngapain main instagram kalau tidak ada followers lawan jenisnya.
Ah, mungkin kita sama-sama pernah terbesit pikiran semacam ini. Istighfar. Istighfar..
Banyakin beristighfar..
Sebab kita-saya-dan kamu- pun, pasti menginginkan; dia yang mendatangi orangtua kita nanti, bukan hanya karna foto-foto baik yang kita umbar di media sosial..
Atas komentar yang kedua. Saya, bukan tidak ingin lagi berinteraksi dengan lawan jenis. Di organisasi, organisasi dakwah yang saya ikuti sekalipun, masih membutuhkan koordinasi bersama laki-laki. Tapi masalah upload-meng-upload ini berbeda. Seringkali, ketika foto kegiatan atau foto bersama teman-teman yang saya upload mendapat notifikasi 'like' dari followers lawan jenis, jujur saya malu. Bukannya kenapa, bukannya apa-apa, dan entah kenapa. Maaf, Saya merasa malu. Terlebih jika foto tersebut dikomentari pujian, malu sekali rasanya..
Berlebihan? Saya tahu. Tapi memang,
Ada hal-hal yang tak memiliki alasan sebab memang begitulah adanya. Rasanya malu saja.
Mungkin kalau tidak ada notifikasi 'like' pada foto seperti foto profil line, bbm dan wa, saya tidak terlalu seperti ini..
Berlepas dari itu, saya senang menulis. Menulis apa saja. Sebagian besar tulisan yang saya tujukan bukan hanya untuk diri saya, tapi juga bagi yang membacanya. Apalagi, jika yang membacanya adalah wanita-wanita juga, sepenanggungan rasa dengan saya. Maka menjadi hobi tersendiri. Berbagi kenangan dan kegiatan dengan teman-teman perempuan yang hanya bisa saya jumpai disana. Tidak ada lawan jenis pun di media tersebut, tak apa. Karna bukan itu intinya.
Membantu diri saya, pun beberapa orang lainnya, yang juga ingin menjaga hatinya, menundukkan pandangannya. Insyaa Allah..
Rabu, 13 April 2016
Saudaramu, Amanahmu.
Ada cerita tentang seorang pengurus rohis. Ia tengah mengajak temannya yang ketika itu baru saja putus dari sang pacar, untuk ikut menjadi pengurus rohis.
"Nggak ah, aku berpacaran. Rohis kan tidak boleh pacaran." Jawab temannya itu sambil tersenyum penuh arti.
Deg.
Seketika pernyataan tersebut menohok jantungnya. Ia tahu jelas, temannya tersebut sudah tak lagi berpacaran. Ia teringat sesuatu. Baru-baru ini, ada salah satu pengurus rohis kelasnya yang berpacaran. Dan masih aktif dalam keanggotaan..
Allah.
Terang saja, ketika berita itu muncul, ia merasakan kekecewaan amat mendalam. Pada dirinya sendiri. Kenyataan bahwa ia gagal bertanggungjawab sebagai koordinator akhwat di kepengurusan rohisnya, semakin menyesakkan dadanya.
Namun Ia percaya, ini bukan sebuah sindiran. Ini adalah teguran dari Allah SWT, tentang amanahnya atas saudara-saudaranya juga..
***
Anggota rohis, berpacaran?
Sebenarnya, rohis ataupun tidak, islam melarang pacaran. Sebab merupakan perbuatan zina. Bahkan larangan untuk mendekati perbuatan tersebut, pun didalam Al-Qur'an telah ada.
Kita bayangkan terlebih dahulu. Kita adalah pengurus rohis. Kita adalah orang-orang yang ingin mencitrakan islam. Tapi bagaimana dengan tubuh kita sendiri? Sebagai pengemban dakwah, kita melaksanakan maksiat. Sebagai pengemban dakwah, tapi kita melanggar perintah Allah. Bagaimana?
1. Ada yang menjawab,
"Sebagai Rohis, kita tidak boleh membiarkan mudharat terjadi dan berlepas diri darinya. Jadi tidak boleh langsung memecat mereka sebagai pengurus. Harapannya, pelan-pelan mereka akan berubah"
Ada benarnya. Dulu aku benar-benar membenarkannya. Tapi setelah bertanya pada ummi ngajiku beberapa waktu lalu, ternyata salah jika kita tidak mempunyai strategi khusus dan terus membiarkannya sebagai pengurus.
Bukankah kita agen perubahan?
Rohis harus tegas. Misalnya, Mas'ul / mas'ulah atau divisi tertentu memberi sang pelaku treatment. Mas'ulah memegang akhwatnya, mas'ul ikhwannya. Buat tenggat waktu, disini pengurus pun harus komit dalam mengajaknya untuk kembali mengingat aturan Allah dan menerangkan dosa serta bahaya berpacaran dalam islam. Jika sudah mencapai batas waktu yang ditentukan, lakukan evaluasi. Bila mereka tidak meneruskan perbuatan tersebut, bersyukurlah sebab Allah telah menggerakkan hati. Mereka pun masih dapat aktif dalam kepengurusan.
Namun bila mereka masih berpacaran, nah artinya rohis tak dapat lagi mengajak mereka, bukan? Rohis atau tidak, mereka tetap berpacaran.
Jika tetap kita biarkan mereka dalam tubuh kepengurusan,
Berrti kita menginginkan dua orang yang berpacaran tetap terisolasi, tetap aman. Namun Ingatlah, bisa jadi kita tidak akan mendapatkan kepercayaan teman-teman yang lain. Sebab sudah memiliki persepsi miring.
Sederhanaya begini. Akan ada persepsi-persepsi bernada menyindir seperti kisah yang di ceritakan tadi; Bagaimana rohis mampu membina mahasiswa yang ada di kampus sementara internalnya saja tidak dapat mereka urus?
Rohis harus tegas. Bukan berarti, ketegasan membuat mudharat yang terjadi terlantar begitu saja. Tidak. Tapi di bina, dengan cara apa? Rancang program-program dari tiap divisi seperti dibuat kajian, kultum, grup mentoring dll. Mereka yang berpacaran, masih boleh terlibat dan sangat dianjurkan aktif di dalamnya.
Namun tetap, status mereka sebagai pengurus di off- kan. Karna berbahaya, akan menjadi legitimasi bagi yang lain.
2. Ada pula yang menjawab,
"Kita do'akan saja semoga mereka cepat menikah, jangan kita keluarkan"
Mau berdo'a sampai kapan? Memang sudah pasti, mereka saling berjodoh? Ini bukan solusi. Ini selemah-lemahnya semangat juang.. :')
Mari kita mulai memikirkan efek rohis di mata orang-orang sekitar.
Lalu, Bagaimana agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di tubuh rohis?
Kriteria pengurus harus ada kejelasan.
Artinya, rohis adalah contoh. Calon pengurus harus punya syarat lebih. Syarat tersebut berkenaan dengan kewajiban dasar sebagai muslim. Misalnya, tidak berpacaran, berhijab, dsb. Karna khawatir, gara-gara kasus ini, apapun yang dikatakan rohis, tidak ada giginya sama sekali. Kita kehilangan kepercayaan dari orang-orang yang ingin kita dakwahi.
Tentu, Mereka yang ingin masuk rohis adalah orang - orang yang ingin berubah menjadi baik. Namun belum tentu telah taat sepenuhnya. Sebab kita sama-sama masih belajar. Maka disinilah, rohis harus mampu memfasilitasinya.
Mereka tidak mampu mengaji? Tak apa. Kita bikin grup tahsin. Kita berikan materi-materi dasar seputar islam tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Intinya, Kuatkan internal :')
Jika rohis tidak ada bedanya dengan kepengurusan lain, apa kita mau disebut kaum munafik? :') Naudzubillahhimindzalik..
Kita mengemukakan "islam melarang perbuatan zina", namun kita membiarkan kemaksiatan itu ada.
Jangan lupa. Saudaramu adalah amanahmu..
Ini tugasmu,
diriku.