Sepuluh hari terakhir sebelum ayahku pergi, ia masih berada di sudut kamar rumah sakit. Ibuku bercerita. Orang-orang menaruh harapan padanya agar ia bertahan.
Tapi hari itu. Dia terduduk di sudut lantai kamar dengan tangan memeluk kedua kakinya.
Putus asa.
Seakan-akan ia ingin menunjukkan pada dunia. Bahwa ini sakitnya. Ini rasa sakitnya. Begini yang ia rasakan; sakit yang tak tertahankan. Jangan berharap ia akan tinggal lebih lama lagi.
"Sudahlah. Aku tidak kuat lagi. Lebih baik aku mati di dekat anak-anakku!" tiba-tiba ia, ayah- yang kami tahu-sudah sulit bicara, memecah keheningan dan melantangkan harapannya sendiri.
Hari itu; ayah yang sederhana ini. Tak perlu lautan manusia menahannya untuk tetap berada di sini, rumah sakit terbaik negri Jiran dengan segala fasilitas dan kemungkinan hidup yang mereka katakan.
Ia bertahan karna satu harapan,
"Aku ingin pulang."
Untuk dua permata yang aku perjuangkan dibawah petir dan terik hari.
"Aku ingin pulang."
Kemudian dengan tubuh tinggal berbalut tulang, ayah pulang. Ayah sudah Tak mampu berjalan sendiri. Tapi ia tersenyum di depan pintu rumah kami. Kami memeluknya dan ibu menahan badannya. Ayah mudah jatuh, kata ibu.
Begitulah cintanya. Cinta yang mematahkan harapan orang-orang namun tetap tumbuh untuk harapannya sendiri.
Sekeras itu ia bekerja. Cintanya.
Jika Aku diberikan kesempatan untuk menentukan sendiri jalan hidupku,
Aku tetap memilih jalan ini. Ayah pergi dan kami tinggal bersama ibu yang setangguh makna kata ayah, juga selembut makna kata ibu.
Meski sudah sembilan tahun dan air mataku masih turun,
Aku tetap melakukannya. Air mata ini hanya perlu turun. Rindu ini hanya perlu kutahan.
Yang penting ayah tak sakit lagi..
Wah.. dan ternyata cinta ini begini..
Begini Allah sederhanakan cinta ini.
Saat kau benar-benar menginginkan surga untuknya, sama seperti kamu menginginkan surga itu untuk dirimu.
Dan kemudian tanpa sadar aku terus saja terbiasa memperbaiki perasaanku dengan cara seperti ini.
Masih bagiku. Yang paling sulit untukku bertahan adalah tetap tenang ketika aku tahu bahwa dirinya merasa kesulitan, putus harapan.
Sebab aku tak mampu dengan hanya mendengar dan melihat dari ujung sana. Aku ingin berkata bahwa aku akan disini dan kita akan bersama-sama.
Maka untukmu,
tiap-tiap diri yang aku sebutkan hanya pada-Nya, satu per satu;
"Aku selalu berdoa bahwa kau baik-baik saja. Sakit katakan saja, kau sakit. Katakan saja bila kau merasa sulit. Aku akan mendengarkan. Aku hanya akan berbicara bila kau mengizinkan.
Tapi tolong, jangan pernah berputus asa. Tolong. Jangan pernah sedih sendirian.
Masih ada yang mencintaimu tanpa perlu kau melakukan apa-apa.
Cukup kau ada. Allah jadikan kau sebesar itu. Dirimu.
Yakinlah. Akan ada yang mencintaimu dengan jalan seperti ini,
meski jalan itu hanya datang dari arahku.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar