Berdoalah. Karena hanya doa, yang mampu menggerakkan takdir-Nya. |
Sabtu, 19 Desember 2015
Menemukan yang tepat.
Sabtu, 12 September 2015
Mereka menyebutnya, Endah Alhur.
Oke. Lupakan.
Adzan berkumandang. Saya meletakkan barang bawaan dan pergi berwudhu.
Sesaat setelah keluar dari tempat wudhu, saya berpapasan dengan sosok yang tak asing lagi bagi mahasiswa IPB.
Lengkap dengan penampilan khasnya, Gamis dan jilbab syar’i.
Namanya Endah. Mereka menyebutnya "Endah Alhur" karena ia seringkali berada di Masjid Alhurriyah IPB.
Sebenarnya tak sopan jika kita hanya menyebutnya Endah Alhur. Sebab barangkali, beliau sudah berbeda jauh soal umur.
Disini, lewat takdir ini,
yang kemudian merubah segala persepsi saya tentangnya..
Sejenak ia berlalu, barulah saya memberanikan diri untuk menoleh. Saya melihatnya dari tangga yang biasanya dilalui para akhwat untuk shalat di lantai 3. Beliau hendak masuk ke tempat berwudhu wanita.
Tepat di depan pintu tempat berwudhu, ada kejadian salim-salim-an yang tak pernah saya sangka.
Jujur saja, Saat itu-kejadian seperti ini-masih sangat asing bagi saya yang sebelumnya masih terbilang jarang melangkahkan kaki ke masjid Alhur.
Beberapa orang menyalami dan mencium tangan beliau. Bahkan, seorang perempuan berkerudung lebar datang memeluknya. Memperlakukannya seperti saudaranya sendiri.
Ah, rasanya, saya pun merasakan kehangatan yang beliau rasakan setiap diperlakukan baik seperti ini.
Sementara beberapa orang yang berlalu lalang bereaksi seperti saya, melihat dan seakan tak percaya.
Bagi saya,
melihat secara dekat lebih baik dibandingkan mendengar lebih banyak. Tapi mendengar lebih banyak, akan lebih baik jika kemudian meluruskan selurus-lurusnya ataupun tak mempercayai sama sekali.
Bukankah setiap agama mengajarkan untuk saling mengingatkan dalam kebaikan?
Barakallahu, untuk beliau,
di Pengadilan Allah kelak, entah berapa banyak catatan amal baik yang beliau sendiri pun tak merasa pernah melakukanya. Sebab amalan tersebut datang dari mereka sendiri, orang-orang yang telah mencemoohnya..
Saya kembali mencari sosoknya setelah shalat..
Endah Alhur.
Wanita yang tak jarang di tolak penduduk dunia, sebab saya rasa, ia lebih pantas diterima penduduk langit.
Mungkin saja,
namanya telah harum di sebut-sebut para malaikat, Sebuah istana surga lengkap dengan pemuda yang selalu muda untuknya, telah tercatat.
Allahumma Aamiin.
Saya bergegas merapikan mukena dan tanpa ragu mendekati pemilik suara itu..
Hingga tepat berhadapan, ia melihat saya. Segera saya mengulurkan tangan, lalu mencium tangannya.
Allah. Saya hanya mampu berteriak dalam hati, menyesali tawa yang pernah tertuju padanya. Tertekad di hati, memahaminya dari segala sisi..
Saya jadi teringat ketika SD, saya palakin temen supaya kelihatan lebih akrab.. :))
Who knows? ^^
Endah.
Alhur.
Dua kata sebagai panggilan.
Perempuan yang juga Allah cipta.
Kita dan beliau sama. Sama-sama celupan warna Allah. Maka pantaskah, menghina apa yang Allah karya? Apakah kita punya jaminan, bahwa kelak di Pengadilan Allah, kita dalam keadaan baik dan tak terhina?
Tak pernah berbaju kehabisan bahan^^ Gamis lagi, gamis terus. Tak pernah ia tinggalkan.
Ya.
Caranya yang belum diterima orang kebanyakan. Sebab dirasa tak waras. Sebab terlalu lantang, terlalu berani. Dia yang terlalu berani menentang.
Jawabannya, ada pada kita.
Sabtu, 29 Agustus 2015
Emansipasi wanita? Bukan saya.
"Mau jadi pembangun bangsa.." katanya pelan.
"Oh, apa itu jelasnya? Pejabat? Waah bagus, apalagi kalau gajimu bisa melebihi gaji suamimu. Ngga bakal deh kamu diatur-atur!"
"Bukan." Ia tersenyum
Jumat, 28 Agustus 2015
Tentang sabar.
Hari ini saya belajar lagi tentang kesabaran. Sabar itu berat. Sungguh berat. Tapi camkan, berat karena kita masih mempunyai angan keduniawian.
Jika Allah mengambil sesuatu, lalu kita terus beristiqamah menanamkan dalam hati-terlebih ketika kesabaran itu diuji-bahwa "Allah tidak akan mengambil sesuatu kecuali Dia menggantikannya yang lebih baik".
Insyaa Allah, kita merasa lebih tenang dengan terus mengingat kata-kata ini. Tapi terkadang, angan-angan setan itu sampai juga di telinga kita dengan cara lain..
Sudah susah payah, melegakan hati sendiri, meredamkan api yang menyulut hati, ada saja yang datang untuk menyalakannya malah lebih besar dari sebelumnya. Semacam memperkeruh keadaan.
Kalau sudah begini, tentu sangat beruntunglah orang-orang yang sabar. Dan benarlah kata rasulullah,
kesabaran itu ada pada hantaman pertama. Pada hantaman selanjutnya, mungkin Allah menguji kita untuk belajar istiqamah di sini..
Saya tidak setuju dengan orang yang mengatakan sabar itu ada batasnya. Lalu dengan kebanggaan hati, maluaplah amarahnya karna merasa pendapatnya benar.
Sabar itu tanpa batas. Yang berbatas adalah kepuasan hati untuk mengeluh dan mengumbar. Bukankah semakin banyak mengeluh, masalah terasa semakin besar? Bukankah semakin banyak mengumbar, kesombongan hati dan sikap merasa paling benar tersemaikan?
Untuk yang masih mempunyai emosi meluap-luap, mungkin bisa merubah posisi badan. Jika sedang berdiri, duduklah, atau jika sedang duduk berbaringlah. Saya pernah mencobanya dan ini sangat membantu, terutama berbaring. Lebih baik lagi jika terus berabaring sambil berdzikir. Meski ada saja cara setan untuk meniupkan api lagi ke ubun-ubun kita, tetapi ingatlah; hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi lebih tenang.
Hanya dengan menyebut asma Allah, hati menjadi lebih tenang.
Hidup ini investasi untuk akhirat. Kesuksesan, kegagalan, kesedihan, amarah yang datang telah Allah tuliskan sejak kita belum lahir, dalam kitab Lauh Mahfudz. Sebagaimana daun yang gugur pun telah tercatat dalam Lauh Mahfudz. Maka takdir, tak ada satupun dari kita yang dapat mengelak.
Untuk yang sudah mulai dapat mengontrol emosinya sendiri, bisa mencoba menyederhanakan masalah lebih baik lagi. Mungkin ini adalah salah satu cara Allah yang mengingatkanmu pada-Nya, sebab Allah rindu padamu.
Allah rindu langkahmu yang bersemangat mengambil wudhu dalam sepertiga malam terakhir.
Jangan menyalahkan diri sendiri sebab merasa tak mampu menyalahkan orang lain.
Jangan menyalahkan diri sendiri sebab tak ingin menyakiti orang lain..
Bukankah untuk mencintai orang lain, maka harus kita awali dengan mencintai diri sendiri terlebih dulu? :)
Dalam Tazkiyatun Nafs oleh Said Hawwa; Sahl berkata, "bersabar ketika sehat atau mendapat kenikmatan jauh lebih berat dibandingkan bersabar menghadapi musibah atau cobaan. Ketika para sahabat mampu membuka pintu gerbang kenikmatan dunia, mereka berkata, "Kami telah mendapat ujian dengan penderitaan, maka kami pun mampu menghadapinya dengan kesabaran. Ketika kami mendapat cobaan dengan kekayaan, maka kami tidak mampu bersabar."
Yah.. berbicara panjang lebar sangat mudah. Merealisasikannya yang terasa berat. Semoga tulisan ini bisa menebarkan manfaat pada diri kita semua. Saya pun masih perlu sekali untuk belajar.. hanya jika saya merasa ingin berbagi, jawaban dari masalah saya sendiri yang alhamdulillah seringkali saya temukan :)
"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (Qs. Az-Zumar: 10)
"Dan Kami pasti akan memberikan balasan kelada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An-Nahl: 96)
"...dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Qs. Al-Baqarah: 177)
Rabu, 19 Agustus 2015
Mencegah luka.
Jika mampu menahan akan terus menahan.
Jika mampu mengobati akan terus berhati-hati
Bisa saja kejujuran yang selalu disiasati menjadi sebab berkata pasti.
Tapi cara menyampaikan, terkadang tak mampu mengambil peran.
yang racunnya mematikan rasa.
Menjadi malaikat.
Hari ini, Segala bentuk pertahanan yang telah menjulang kau bangun. Termasuk air mata yang harusnya kau buat siklusnya mengalir kembali ke dalam matamu, malah melenggang turun lalu membuat segalanya terasa lebih pedih, untukmu sendiri.
Air mata yang kau hasilkan, dengan setetes ketidaktahuannya, membuat lubang pada pertahananmu.
Benar, kau tak pernah rela.
Kau tak rela tapi kau hendak berbuat apa? Melawan dan membuatmu terlihat lebih besar dalam pandangan mereka yang mengecilkan? Satu hal, kau memang kecil. maka "benarlah" perlakuan mereka yang mengecilkan keadaanmu.
Tapi jangan pernah merasa kecil, terhadap mereka yang mengecilkan niatmu.
Allah, bersama orang-orang yang memelihara niat baiknya.
Maka sebab-Nya, hari ini-kau harus menjadi malaikat bagi dirimu sendiri..
Minggu, 05 Juli 2015
Sabtu, 16 Mei 2015
Dalam dekapan sajadah.
Senin, 11 Mei 2015
Malarindu.
Tubuh ini sedang merindu.
Rindunya, rindu sekali.
Sesaknya, sesak sekali.
Bagaimana mungkin, ada rindu yang begini, Allah.
Rindu. Rindu Engkau.
Pemilik rindunya segala rindu.
Pengatur sang pecinta bertemu
Rindu Engkau. Allah.
Jumat, 20 Maret 2015
Berbagilah.
Seorang kakek dengan api semangatnya yang masih merah menyala. Bertelanjang kaki, ia tantang matahari.
Tapi matahari tak pernah menang.
Diatas aspal. Matahari kalah,
pada seorang kakek dengan becaknya.
Suatu waktu, saya melihat seorang kakek tengah terengah-engah mendorong becaknya di bawah terik matahari. Tangan menahan beban becak. Kaki menahan panasnya aspal jalanan.
Pemandangan yang seringkali terabaikan, pun seringkali menghentakkan hati.
Selain kakek pembawa becak, tak jarang pula saya melihat kakek yang selalu berada di koridor media centre. Beralaskan lantai, ia duduk untuk menunggu sekotak tissue yang sedari pagi ia jualkan agar laku hari ini, setidaknya terjual pada seorang mahasiswa. Begitu setiap hari.
Bila melihat mereka. Bukan lagi keinginan Dan kebutuhan diri yang terbesit. Semuanya hilang. Rasanya, apa yang saya punya hari ini sudah lebih dari cukup. Uang saku bukan lagi menjadi pertimbangan untuk membeli satu dari dua barang. Semuanya terlupakan, yang tertinggal hanyalah keinginan memberikan sebagian. Untuk seorang kakek, agar tak lagi menunggu disini. Makanlah dengan baik tanpa memikirkan apakah besok masih bisa makan lagi. Beristirahatlah.
Memang, untuk urusan dunia, uang tak pernah ada cukupnya. Seberapa besar uang yang kita pergunakan untuk memuaskan hawa nafsu, pada akhirnya kita takkan pernah mendapatkan kenikmatan hakiki. Namun bersedekah dengan keihklasan penuh, memuaskan jiwa yang pada dasarnya adalah orang-orang baik. Bukankah, begitu? :)
Berbagilah, Mahasiswa.
Carilah alasan untuk membeli daganganya meski tidak membutuhkannya. Sebab sesungguhnya mereka sedang menghindari diri dari meminta-minta.
Meski sedikit, namun meringankan bebannya. Kita tak pernah tahu, barangkali apa yang kita berikan hari ini adalah satu-satunya rezeki yang bisa ia gunakan untuk membeli sepiring nasi.
Pedulilah, Mahasiswa.
Jangan merasa sudah menjadi 'Maha' karena menempati strata yang lebih baik di masyarakat.
Kita-lah harapan mereka di saat para petinggi berleha-leha dengan hasil keringat rakyat. Kita-lah harapan mereka di saat para petinggi tak lagi pro terhadap suara rakyat.
Sebab kita bukan tak merasa. Harga pangan kini tak stabil.
Masyarakat kecil semakin mengecil.
Senin, 23 Februari 2015
Tentang Mimpi
"Aku percaya Tuhan menempatkan segala sesuatu sesuai takaran. Takaran yang adil tanpa melihat kasta. Tak ada pembeda. Sebab yang mempunyai derajat paling tinggi adalah yang paling senang beribadah dan tak berhenti berusaha, peluhnya sampai ke pelupuk mata, namun tak berhenti meski mengaburkan mata," - De.
|
Minggu, 22 Februari 2015
Ada namamu, di cita-citaku
Terkadang, aku terlalu sibuk beraktifitas. Namun untuk Allah, hanya secuil waktu yang kuberikan untuk-Nya.
Entah apa yang akan ku katakan jika sedetik kemudian ia memanggilku..
Terkadang, aku pun terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang tak pasti. Ataupun hal yang tak halal bagiku. Sementara, ada hal yang pasti terjadi namun seringkali terabaikan seolah-olah ia datang hanya ketika tua nanti.
Padahal tak ada makhluk bernyawa yang mengetahui.
Dialah, yang disebut mati.
Meski begitu. Setiap makhluk bernyawa yang akan merasakan mati pasti mempunyai cita-cita menggebu didalam diri. Tak sedikit pula yang berharap dapat menggapainya sebelum malaikat maut menghampiri.
Sama halnya aku.
Sebelum waktu berhenti untukku, Aku Ingin menjadi wanita yang lebih baik lagi. Jalan berkerikil menuju gerbang cita-citaku dapat ku lewati, bisikan-bisikan setan yang akan membelokkan niatku dapat kuperangi.
Aku ingin istiqamah menggapai mereka dijalanku, di tanganku sendiri.
Adalah cita-cita dan kebahagiaan, mendaftarkan ibu pergi haji^^
Mengabarkan ibu bahwa anaknya telah mendaftarkan namanya sebagai calon jemaah haji. Cita-cita yang merangkul nama ibu di dalamnya, meggeser cita-citaku menjadi psikologi. Cita-citaku saat ini dan kurasa takkan berubah. Malah bertambah. Hm, menjadi perangkai puisi dan istri yang shalihah, barangkali? :p
Rabu, 04 Februari 2015
Memperingati Hari Kanker Sedunia
Untukmu, orang-orang kuat sedunia,
yang kaya akan rasa syukur..
Pagi ini masih bisa bernapas meski menggunakan alat bantu, kau tetap percaya Tuhan itu baik.
Bahagiamu sederhana saja. Melewati setengah hari tanpa darah yang tergenang di rongga hidungmu.
Sesederhana itu.
Mungkin terkadang, kau pun sedih sekaligus terheran-heran mengapa banyak orang yang ingin mati bunuh diri hari ini hanya karena masalah yang tak dapat ia atasi. Sementara dirimu-untuk bisa hidup esok hari, harus menjalani radiasi kemoterapi.
Memang,
Penyakit menjadikan ragamu sakit. Tetapi jiwamu, kau rakit.
Maka untukmu,
La Tahzan. Janganlah bersedih.
Semesta bersama kepedihanmu.
..dan untuk kita,
Janganlah merasa diri lebih baik.
Raga yang sehat bukan berarti jiwa tak sekarat :)